Senin, 27 Februari 2012

LOVE IN FACEBOOK "Surprise"


Love in Facebook

1. Surprise

Aline Anindhita Ramadhani seorang gadis yang tengah ada di dunia SMA, terlihat begitu lelah setelah mengikuti beberapa kegiatan ekskul sepulang sekolahnya. “Mbok....! mbok Marni...!!! dipanggilnya seorang pembantu yang setia mengabdi pada keluarganya selama 21 tahun itu dengan suara yang keras dan memekakkan telinga. Begitulah watak dara yang belum genap berusia 17 tahun itu, kurang beretika meskipun ibu Wine sang mama selalu menegur karena sikapnya yang kelewatan. Tapi anehnya sikap itu hanya berlaku pada orang-orang terdekatnya. Tak salah jika banyak yang mengira bahwa Aline itu anaknya sopan dan pemalu... (hihihi... salah buanget tuch...)

“ Mbok Marni, mama mana? Ko’ sepi banget sih? Papa juga kemana? Pasti belum pada pulang ya, hufth....Mas Vitra pasti ga pulang lagi? oh iya mbok, hari ini masak apa? Aku dibikinin bebek goreng sambal terasi kan mbok? Bikinin aku jus donk!!! haus banget nih” pinta Aline dengan manja pada mbok Marni. “Mau minta bikinin jus saja pake nanya ini itu sampai si Mbok bingung mau jawab yang mana dulu non”, jawab Mbok Marni dengan logat Jawanya yang masih kentel. Mau pa...”baru mbok Marni mau bertanya Aline sudah menyela “ga pake lama yuaaah mbok”!!! sela Aline. Mbok Marni hanya mengelus dada sambil beristighfar beberapa kali. Walau bagaimana pun mbok Marni sangat menyayangi gadis itu, dia satu-satunya putri Ibu Wine dan Pak Julian, sementara yang dia panggil dengan sebutan mas Vitra adalah saudara sepupunya tepatnya adalah anak dari omnya.

Aline menutup pintu kamarnya, duduk dan menyalakan laptopnya dibukanya program facebook. Aline mulai mengetik alamat emailnya, aline.gokilsedunia@gmail.com dengan pasword (hahahihi) ada-ada saja kan??? Asyik cathing via obrolan di FB membuatnya lupa waktu untuk sholat ashar hampir habis bahkan kadang-kadang dia meninggalkan sholat dengan alasan lupalah, ketiduran karna kecapeanlah, kecuali kata malas karena dia tahu sifat kedua orang tuanya tidak akan memberi ampun jika Aline meninggalkan apa yang sudah jadi kewajibannya hanya dengan sebuah kata “malas”. Tetapi seorang Aline selalu saja bisa berkelit menghadapi berbagai cecaran pertanyaan orang tuanya, tidak hanya kedua orang tua dan keluarganya, teman-teman Aline pun selalu di bikin kesal ketika ada materi diskusi di sekolah dan Aline akan berbangga hati ketika melihat teman-temannya mati kutu mendapat serangan pertanyaannya, Aline memang suka bikin ulah, tapi dia adalah gadis yang pintar, sedikit galak sih memang.. wajahnya cantik, postur tubuhnya tinggi, kulitnya putih, hidungnya mancung, bibirnya merah meski tanpa polesan lipstick, rambutnya yang lumayan panjang selalu dikuncir kuda, padahal akan lebih terlihat anggun bila dibiarkan tergerai, anak orang kaya pula. Tak ayal bila banyak guru dan pengajar ekskul memperlakukannya secara istimewa bahkan ada beberapa staf pengajar yang masih single menaruh hati pada Aline sejak PSB.

Banyak teman baru, tapi Aline masih tetap merasa sepi. Dia memang mempunyai hampir semuanya. Apapun yang ia mau pasti didapatkannya, tinggal di rumah yang fasilitasnya bisa dibilang lengkap. Hanya saja kedua orang tuanya sibuk dengan berbagai urusannya dan kakak sepupunya yang beberapa bulan ini lebih sering mengikuti kegiatan diluar jam kuliahnya. Vitra memang tinggal dirumah Aline tapi dia tidak ingin merepotkan keluarga Aline, uang kuliahnya didapatkan dari hasil kerja part time di sebuah Restoran sebagai witers. itulah yang menyebabkan Aline sering merasa kesepian. Hanya mbok Marni yang selalu ada kapan pun Aline butuhkan.

Belakangan ini Aline terlihat bersemangat membuka sebuah forum diskusi dengan tema “Cinta” oleh teman FB nya yang bernama Fadhil Ahmad Wildan, siapapun Fadhil Aline tidak peduli yang ia pedulikan bagaimana bisa dia membuat orang lain dapat mengerti makna cinta yang sesungguhnya, bukan hanya cinta pada seorang kekasih yang selama ini sering di elu-elukan anak muda. Tak heran jika program itu diikuti ribuan orang. Karena penasaran dibukanya profile, wall, dan beberapa informasi tentang Fadhil, ternyata banyak pula yang memberikan jempol pada beberapa status Fadhil.
Dibacanya status Fadhil

 “Aku mencintaimu dengan dua cinta
  Cinta kepadamu dan cinta kepada-Nya
  Aku mencintaimu dengan dua cinta
  Cinta karenamu dan cinta karena-Nya
  Maka...
  Kan ku raih cintamu tuk dapatkan cinta-Nya
  Semoga.. Amiin...!!!


“Wuiih...jempol teruuuss....”kata Aline, “Seandainya di FB ada jari kelingking aku kasih tuh kelingking bekas upil wkwkwkwkwk”......sembari ketawa-ketiwi dan minum juz mangga buatan mbok Marni, Aline nyerocos sendirian. “Comment ah.. Aline mengomentari status fadhil “Mau kawin ya pak ustad Fadhil? puitis buangeet ciih...sama aku ajah yach, dijamin dech ga rugi hehehe...” tulis Aline sekenanya, dari situlah awal kedekatan mereka meski hanya di dunia maya dan bukan keakraban sebagai seorang sahabat diantara mereka karena Aline sering melontarkan pertanyaan yang ceplas ceplos[1] kadang membuat Fadhil memutar otak untuk menjawabnya. Untung saja tidak saling melihat satu sama lain jadi tidak kelihatan kalau satu sama lain saling kesal karena dua-duanya tidak ada yang mengalah mengakhiri perdebatan,  Aline yang tidak mudah puas dengan jawaban Fadhil dan Fadhil yang selalu mencari cara bagaimana bisa menjelaskan pada Aline yang jelas-jelas super ngeyel itu. Meski begitu Fadhil mengagumi paras ayunya Aline dalam foto FBnya, tapi Aline? Tak satupun foto yang ada di FB Fadhil membuat Aline bertanya-tanya seperti apa sih Fadhil itu? Pernah dia berfikir bahwa muka Fadhil tak lebih baik dari pemikirannya. “Jangan-jangan Tablo[2] lagi makanya dia ga berani nampangin tuh muka, lain ama otaknya yang sok cerdas, atau mungkin dia Gitong[3] kali ya??? wkwkwkwk.....”

Selama ini Aline susah untuk berbaik sangka pada orang lain bahkan pemikiran tentang Fadhil pun pernah disampaikannya terang-terangan pada Fadhil. Fadhil hanya tersenyum di seberang sana, dan dia lebih senang membuat Aline penasaran seperti itu.

Fadhil pemuda berusia 18 tahun ini mempunyai aktivitas mengajar ngaji di sebuah masjid di kompleks rumahnya, tidak ada anak kecil yang tidak mengenal Fadhil, sampai orang tua pun sangat senang dengan Fadhil yang baik, ramah, sopan, cerdas, tampan dan dermawan. Dia memang bukan anak orang kaya, namun justru kesederhanaan itulah yang menyebabkan Fadhil banyak dikagumi oleh banyak orang, termasuk teman-teman sekolahnya. Fadhil menjabat sebagai ketua osis, selama dua tahun menjadi Bantara di kegiatan Pramuka karena kelas tiga sudah harus fokus mengikuti pelajaran untuk persiapan ujian tahun depan. Jabatan osis pun akan ia tanggalkan setelah satu semester depan, sekarang ia akan menyeleksi siswa-siswi yang layak untuk jadi ketua osis.

Pagi itu tak seperti biasanya wajah Aline begitu muram dan kurang bersemangat, sarapan pagi yang dibuatkan mbok Marni rupanya tak bisa membuatnya ceria, biasanya masakan mbok Marni adalah obat dari segala kegundahannya. Dulu berada dipelukan mamanyalah ia merasa aman dari segala yang akan membahayakan baginya tapi tidak untuk sekarang, Ibu Wine terlalu sibuk dengan berbagai macam pekerjaan kantornya. “Ternyata mama dan papa benar-benar lupa, nanti malam kan hari specialku masa mereka engga ingat sama sekali? Aku ini anaknya bukan sih?” pikir Aline keras.

Dengan langkah gontai ia meninggalkan ruang makan. Aline duduk di kursi depan rumah menunggu Alysa menjemputnya ke sekolah, tidak lama kemudian terlihat sebuah Avanza memasuki halaman rumahnya. Aline pun bangkit menyongsong dan nyelonong duduk disamping Widya.
“ Itu muka kenapa non, kaya dompet ajah dilipet gitu?” tanya Widya Rahma Putri yang akrab dengan panggilan Widy, sementara Alysa Dwi Anjani yang kerap disapa Alysa disekolah berkonsentrasi dengan kemudinya. “ Lagi dapet”, jawab Aline sekenanya. “ooowhh....” kompak Widy dan Alysa ber oowh ria disusul dengan tawa dari keduanya.

Setelah keberangkatan Aline ke sekolah ibu Wine dan pak Julian keluar dari kamarnya, karena memang sengaja menunggu Aline tidak dirumah. Hari itu mereka cuti kerja hanya untuk menyiapkan pesta yang akan diadakan nanti malam untuk putrinya tercinta. Bahkan akan memberikan kado special untuk putri kesayangannya itu, selain ticket liburan ke Bali selama satu minggu setelah ujian semester genapnya nanti Ibu Wine akan mengurangi jam kerjanya selama 2 jam per hari jadi bisa pulang lebih awal dari biasanya, dan untuk sabtu-minggu full dirumah untuk menemani Aline.

Jam 15.30 WIB setelah mengikuti beberapa kegiatan ekskul adalah waktu Aline untuk pulang tapi mendadak Widy minta di anter ke toko buku.  Alysa tidak ketinggalan aksi, begitu Widy puas mendapatkan apa yang dicarinya, segera mereka meluncur ke pusat perbelanjaan untuk mencari gaun, Aline hanya diam saja memperhatikan tingkah mereka, bahkan mereka seolah tak ingat bahwa nanti malam adalah ulang tahun Aline sahabatnya. Dengan penuh rasa kesal Aline hanya mengangguk ketika Widy dan Alysa bertanya ini itu padanya. Aline semakin sedih begitu matanya tertuju pada gaun putih sebatas lutut dengan motif coklat tua dibagian sisi-sisi lengan dan bagian ujung dari gaun, tidak terlalu banyak motif  lebih tampak simple dan elegan. Ingin sekali Aline membelinya tapi diurungkan niatnya, bukan karena tidak memiliki cukup uang tapi karena Aline yakin tidak akan ada pesta perayaan ulang tahun untuknya kali ini.

Ternyata kedua sahabatnya memperhatikannya tengah mengamati gaun tersebut. “kamu suka Line?” tanya Widy mengagetkan Aline. Aline hanya tersenyum kecut dan menggelengkan kepala membohongi perasaannya, namun bukanlah sahabat jika Widy dan Alysa tidak mengerti dengan jawaban Aline. Rasa kasihan pun menyelinap dihati keduanya, ingin rasanya mereka bilang bahwa kepergian mereka saat ini untuk mencari sesuatu yang akan dipersembahkan pada Aline nanti malam. Dan orang tuanya sengaja menelpon mereka berdua untuk mencegah kepulangan Aline sampai malam tiba. Tapi karena sudah terlanjur janji pada orang tua Aline mereka pun tetap pada komitmen untuk tidak memberi tahu Aline.

Setelah puas berkeliling, makan dan sempat mampir ke sebuah Masjid untuk sholat maghrib, akhirnya mereka pun pulang menuju rumah Aline.  Sepanjang perjalanan Aline diam seribu bahasa, entah apa yang dipikirnya. Ingin rasanya segera sampai dikamarnya dan menumpahkan semua airmata yang sedari tadi ditahan olehnya. Aline memang terlihat tegar di depan semua orang selalu tertawa riang seolah tiada beban, hanya di hadapan kedua sahabatnyalah dia mengungkapkan isi hatinya karena Aline yakin mereka bisa membantunya. Tapi saat ini Aline benar-benar tidak ingin berbagi kesedihannya pada siapapun.

Belum habis kesedihan Aline, ban belakang mobil Alysa kempes sampai akhirnya harus masuk bengkel dan terpaksa ganti ban. Terdengar Aline mendengus karena dari siang kedua sahabatnya itu seolah sengaja membuatnya kesal, Aline pun memilih duduk dibangku sementara Alysa dan Widy sibuk bercakap-cakap dengan beberapa pekerja di bengkel itu. Tak ayal kalau kedua sahabatnya itu kecantol[4] sama anak pemilik bengkel, orangnya ramah dan lumayan manis. Diam-diam Aline juga melirik kearahnya, namun sial bagi Aline ketika pandang mata mereka bertemu cepat-cepat Aline mengalihkan pandangannya. Mukanya mulai bersemu merah karena malu. Hatinya berdesir ketika melihat senyum manisnya. Hampir setengah jam Aline menunggu, dan tak lama setelah itu pemasangan ban pun selesai, Aline cepat-cepat mengajak keduanya pulang. Alysa dan Widy masih ingin berlama-lama di situ. Terlihat dari raut mukanya yang merengut ketika Aline menggaet masing-masing  lengan keduanya.

Hanya sepatah kata yang diucapkan Aline untuk orang yang mengaku sebagai anak dari pak Bram pemilik  bengkel langganan orang tua Aline ketika berpamitan yakni kata “terimakasih” itupun dengan pandangan menunduk dan tergesa karena malu ketika mengingat kejadian tadi. Sementara kedua temannya berjabat tangan dan Aline tak tahu mereka menanyakan apa lagi, namun terdengar cowo itu menanyakan Aline. Setelah prosesi tanya jawab yang diperankan oleh Alysa dan Widy dengan topik dan tema ga jelas  pada pemilik bengkel itu akhirnya mereka bertiga pun masuk mobil dan mulai menjalankan mobilnya. Diiringi tawa renyah Alysa dan Widy.

“Ternyata namanya adalah Dimas,” gumam Aline. Anak tunggal dari pemilik bengkel “Jaya Abadi”. Dia adalah orang yang sering diceritakan oleh mamanya, ternyata apa yang dibilang mamanya hampir seratus persen benar. Orangnya cakep, ramah, rajin dan tak pernah merasa rendah meski harus membantu bekerja di bengkel bersama dengan karyawan-karyawan orang tuanya padahal dia masih berstatus sebagai Mahasiswa di sebuah Universitas swasta yang terkenal elite. Aline semakin mengagumi sosok Dimas.

Mobil melaju dengan cepat, rumah Aline terlihat begitu sepi seperti tidak ada orang sama sekali, tapi Aline hanya berpikir kalau orang tuanya hari ini lembur dan akan pulang larut, hal itu sudah biasa. Setelah turun dari mobil, “sepi amat Line?” tanya Alysa, he’em...Widy menambahkan. “mungkin mama papa belum pulang kali”, jawab Aline

“Line, aku kebelet pipis numpang ke kamar mandi ya!” Pinta Alysa sambil mencubit lengan Widy..Widy yang tidak mempersiapkan alasan kelabakan[5] sendiri dan ikut-ikutan nyeplos[6], emm..eh iya Line, aku kangen sama mbok Marni, aku mau mampir sebentar boleh kan? “ hah??? Spontan Aline dan Alysa kaget. “Sejak kapan kamu suka sama mbok Marni?” tanya Aline sambil cekikikan..amarah yang ada dibenaknya hampir hilang karena tingkah Widy, “emm itu lho Line, kangen sama jus bikinan mbok Marni maksud aku”. Kelit Widya. “Owh....” kompak Aline dan Alysa mengulangi sesuatu yang biasa diucapkan apabila mendengar suatu penjelasan.

Dengan langkah santai Aline melangkah dari garasi, sementara Aysa dan Widy hanya mengekor dari belakang dan saling menyalahkan. Rumah Aline kali ini bukan hanya terlihat sepi, ketika Aline beberapa kali memencet bel tak terdengar sedikitpun langkah mbok Marni berlari-lari kecil membukakan pintu untuknya, setelah puas menunggu, Alysa kembali beracting seolah dia benar-benar kebelet ingin ke kamar mandi sehingga Aline mencoba untuk mengetuk pintu, tapi aneh pintu tidak terkunci dan ruang tengah begitu gelap, Aline semakin bingung dan takut terjadi apa-apa dengan mbok Marni pastilah kedua orang tuanya akan menyalahkan Aline karena keluyuran terus.

 “Aku ga tau ma, pas aku pulang tiba-tiba rumah udah ga dikunci ko’ kalau ga percaya tanya aja Widy sama Icha”, ucap Aline beralasan, sementara Ibu Wine tetap menyalahkan Aline dengan berbagai alasan “mama tau itu, tapi itu salah kamu kenapa pulang sampai larut malam begitu, kamu ga kasihan sama mbok Marni, ternyata begini ya kelakuan kamu kalau ga ada mama papa dirumah, berani kelayapan kemana-mana, kamu itu seorang pelajar, kewajiban kamu itu ya belajar dirumah, bukannya main-main dan keluyuran ga jelas”, Ibu Wine menegurnya. “Hufth...belum habis imajinasi Aline membayangkan sang Mama akan memarahinya habis-habisan, tangan Aline yang mencari-cari stop kontak hampir menemukannya tiba-tiba sebuah tangan memegang pergelangan tangannya, tenggorokan Aline tercekat karena kaget bercampur takut, Aline tak bisa berpikir , dengan pasrah dia mengikuti orang yang menarik tangannya perlahan menuju ruang tengah, sementara Alysa dan Widy tak terdengar suaranya sama sekali “mungkinkah?”... pikir Aline, sampai akhirnya dengan suara serak Aline memberanikan diri untuk bicara “ss..siapa kamu?” tanya Aline setelah mampu menguasai diri dan keadaan tapi orang itu diam tak menjawab pertanyaan Aline sedikitpun, Aline semakin geram “hei, kamu tuh mau apa?” sedikit bicara Aline agak mengeras, sesampainya diruang tamu semua lampu menyala, terlihat diatas meja ada sebuah kue tart bertuliskan Happy Birthday Aline, 17 tahun, kemudian alunan lagu selamat ulang tahun menggema di seluruh penjuru ruangan, Aline menghambur ke pelukan mamanya dan menangis sejadi-jadinya. Dia menyesal telah menilai orang tua yang sangat dicintainya itu, berburuk sangka, bahkan menyangka kalau dia bukan anak kandungnya. Surprise.....! ternyata semua keluarganya berkumpul kedua orang tuanya, om dan tantenya, kakek dan neneknya yang harus jauh-jauh datang dari Semarang ke Jakarta, Aline begitu larut dalam suasana sukacitanya, setelah beberapa rangkain prosesi tiup lilin selesai Aline berjalan ke arah seorang pria yang duduk di pojok ruang keluarga, tanpa komando Aline langsung melayangkan tinju ke lengan pria itu, “auww...” jerit Vitra kakak sepupu Aline. Setelah itu Aline tersenyum dan menghambur kepelukan Vitra sambil marah-marah karena tega membuat Aline hampir pingsan gara-gara ketakutan, sebenarnya kalau Vitra sedikit saja bicara ketika Aline bertanya pada orang yang menarik tangannya ketika semua lampu dimatikan tadi, pastilah Aline mengenali suara Vitra.

Puas bercakap-cakap dengan Vitra, Alysa dan Widy nongol, mereka ketawa cengar-cengir tanpa dosa, keduanya meminta maaf atas semuanya sambil memberikan kado pada Aline. Aline segera membuka kado kedua sahabatnya itu, ternyata Widy memberikan sebuah novel yang selama ini dicari untuk melengkapi koleksi novelnya. Aline memang suka menulis, beberapa cerpen dan puisinya pun pernah di muat di sebuah koran harian dan beberapa majalah, ada yang meminta pula untuk segera di bukukan karya-karya Aline tapi karena belum ada atau emank ga mood[7] jadi Aline belum berniat untuk itu. Tiba giliran membuka kado dari Alysa ternyata sebuah gaun yang dilihatnya di Mall ketika berbelanja, Aline menerimanya dengan senang hati, “makasih ya Icha, widy...”! ucap Alysa dan dijawab dengan anggukan kepala dari keduanya.

“Line, mas ga bisa kasih kamu kado, maklum belum gajian hehe...” ucap Vitra. Yaaach...ko’ gitu mas, kan mas janji mau kasih aku kado kalau ulang tahun?” protes Aline. “Kadonya, liburan ke Bali nanti mas yang akan temenin kamu”, gimana?” ucap Vitra sengaja membuat Aline penasaran. “memangnya papa sama mama ngizinin aku liburan ke Bali mas?” tanya Aline seolah tak percaya, karena mamanya selama ini tidak pernah memberikan izin Aline berlibur ke Bali dengan alasan Aline seorang gadis, meski disana ada saudara sepupu dari mamanya tapi Ibu Wine belum rela melepas anak semata wayangnya pergi liburan ke Bali sendirian, kalau Vitra yang membujuk Pak Julian dan Ibu Wine pastilah diizinkan Aline berlibur ke Bali, Aline benar-benar bahagia malam ini. Selain pesta perayaan ulangtahun yang lain daripada tahun biasanya Aline mendapat surprise liburan ke Bali. Tapi sangat di sayangkan karena kedua sahabatnya memilih berlibur ke kota kelahirannya masing-masing nanti.

Semalaman Aline tidak tidur, sibuk membuka kado dari keluarga dan teman-temannya, Aline juga banyak mendapat kartu ucapan, apalagi di Fbnya banyak yang memberikan ucapan selamat dan berbagai komentar. “Degh.., dada Aline berdegub membaca pesan dari Fadhil, “rasanya aneh, padahal kan aku belum kenal sama orang ini tapi kenapa begini ya? akh.. masih terlalu dini untuk mengartikan aku suka sama dia” gumam Aline. Mungkin aku hanya mengagumi kecerdasannya, lagian sama sekali aku tidak mengenalnya, bahkan orangnya pun seperti apa aku belum tau” pikir Aline. “tapi mungkinkah?” hufth... Aline berusaha menepis perasaannya. Kali ini Aline menjawab pesan Fadhil dengan sopan tidak seperti biasanya. Aline merasa tidak selayaknya dia bersikap seperti itu pada Fadhil yang jelas-jelas tidak pernah punya salah terhadapnya, bahkan Fadhil tidak pernah marah dengan sikap Aline yang suka ceplas-ceplos kalau ngomong, tapi justru itu yang membuat Aline semakin penasaran dengan pria bernama fadhil itu. Dalam hati Aline menaruh sedikit harapan untuk dapat mengenal Fadhil lebih jauh lagi, paling tidak bisa bertatap muka dengannya.
Aline kesal dengan dirinya sendiri yang terus-terusan mengingat Fadhil, semakin ditepisnya rasa itu, semakin menjadi pula perasaannya, tapi anehnya kenapa wajah Dimas yang muncul dalam benaknya. Pikiran Aline semakin kacau.







 To be continued.....
















[1] Asal ngomong
[2] Tampang blo’on
[3] Gigi tonggos
[4] Tertarik/ jatuh hati
[5] Kebingungan
[6] bicara
[7] Malas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar