Love in Facebook
1. Surprise
Aline Anindhita
Ramadhani seorang gadis yang tengah ada di dunia SMA, terlihat begitu lelah
setelah mengikuti beberapa kegiatan ekskul sepulang sekolahnya. “Mbok....! mbok
Marni...!!! dipanggilnya seorang pembantu yang setia mengabdi pada keluarganya
selama 21 tahun itu dengan suara yang keras dan memekakkan telinga. Begitulah
watak dara yang belum genap berusia 17 tahun itu, kurang beretika meskipun ibu
Wine sang mama selalu menegur karena sikapnya yang kelewatan. Tapi anehnya
sikap itu hanya berlaku pada orang-orang terdekatnya. Tak salah jika banyak
yang mengira bahwa Aline itu anaknya sopan dan pemalu... (hihihi... salah
buanget tuch...)
“ Mbok Marni,
mama mana? Ko’ sepi banget sih? Papa juga kemana? Pasti belum pada pulang ya,
hufth....Mas Vitra pasti ga pulang lagi? oh iya mbok, hari ini masak apa? Aku
dibikinin bebek goreng sambal terasi kan mbok? Bikinin aku jus donk!!! haus
banget nih” pinta Aline dengan manja pada mbok Marni. “Mau minta bikinin jus
saja pake nanya ini itu sampai si Mbok bingung mau jawab yang mana dulu non”,
jawab Mbok Marni dengan logat Jawanya yang masih kentel. Mau pa...”baru mbok Marni
mau bertanya Aline sudah menyela “ga pake lama yuaaah mbok”!!! sela Aline. Mbok
Marni hanya mengelus dada sambil beristighfar beberapa kali. Walau bagaimana
pun mbok Marni sangat menyayangi gadis itu, dia satu-satunya putri Ibu Wine dan
Pak Julian, sementara yang dia panggil dengan sebutan mas Vitra adalah saudara
sepupunya tepatnya adalah anak dari omnya.
Aline menutup
pintu kamarnya, duduk dan menyalakan laptopnya dibukanya program facebook.
Aline mulai mengetik alamat emailnya, aline.gokilsedunia@gmail.com
dengan pasword (hahahihi) ada-ada saja kan??? Asyik cathing via obrolan di FB membuatnya
lupa waktu untuk sholat ashar hampir habis bahkan kadang-kadang dia
meninggalkan sholat dengan alasan lupalah, ketiduran karna kecapeanlah, kecuali
kata malas karena dia tahu sifat kedua orang tuanya tidak akan memberi ampun
jika Aline meninggalkan apa yang sudah jadi kewajibannya hanya dengan sebuah
kata “malas”. Tetapi seorang Aline selalu saja bisa berkelit menghadapi
berbagai cecaran pertanyaan orang tuanya, tidak hanya kedua orang tua dan
keluarganya, teman-teman Aline pun selalu di bikin kesal ketika ada materi
diskusi di sekolah dan Aline akan berbangga hati ketika melihat teman-temannya
mati kutu mendapat serangan pertanyaannya, Aline memang suka bikin ulah, tapi
dia adalah gadis yang pintar, sedikit galak sih memang.. wajahnya cantik, postur
tubuhnya tinggi, kulitnya putih, hidungnya
mancung, bibirnya merah meski tanpa polesan lipstick, rambutnya yang lumayan
panjang selalu dikuncir kuda, padahal akan lebih terlihat anggun bila dibiarkan
tergerai, anak orang kaya pula. Tak ayal bila banyak guru dan pengajar ekskul memperlakukannya
secara istimewa bahkan ada beberapa staf pengajar yang masih single menaruh
hati pada Aline sejak PSB.
Banyak teman
baru, tapi Aline masih tetap merasa sepi. Dia memang mempunyai hampir semuanya.
Apapun yang ia mau pasti didapatkannya, tinggal di rumah yang fasilitasnya bisa
dibilang lengkap. Hanya saja kedua orang tuanya sibuk dengan berbagai urusannya
dan kakak sepupunya yang beberapa bulan ini lebih sering mengikuti kegiatan
diluar jam kuliahnya. Vitra memang tinggal dirumah Aline tapi dia tidak ingin
merepotkan keluarga Aline, uang kuliahnya didapatkan dari hasil kerja part time
di sebuah Restoran sebagai witers. itulah yang menyebabkan Aline sering merasa
kesepian. Hanya mbok Marni yang selalu ada kapan pun Aline butuhkan.
Belakangan ini
Aline terlihat bersemangat membuka sebuah forum diskusi dengan tema “Cinta”
oleh teman FB nya yang bernama Fadhil Ahmad Wildan, siapapun Fadhil Aline tidak
peduli yang ia pedulikan bagaimana bisa dia membuat orang lain dapat mengerti
makna cinta yang sesungguhnya, bukan hanya cinta pada seorang kekasih yang
selama ini sering di elu-elukan anak muda. Tak heran jika program itu diikuti
ribuan orang. Karena penasaran dibukanya profile, wall, dan beberapa informasi
tentang Fadhil, ternyata banyak pula yang memberikan jempol pada beberapa
status Fadhil.
Dibacanya status
Fadhil
“Aku mencintaimu dengan dua cinta
Cinta kepadamu dan cinta kepada-Nya
Aku mencintaimu dengan dua cinta
Cinta karenamu dan cinta karena-Nya
Maka...
Kan ku raih cintamu tuk dapatkan
cinta-Nya
Semoga.. Amiin...!!!
“Wuiih...jempol
teruuuss....”kata Aline, “Seandainya di FB ada jari kelingking aku kasih tuh
kelingking bekas upil wkwkwkwkwk”......sembari ketawa-ketiwi dan minum juz
mangga buatan mbok Marni, Aline nyerocos sendirian. “Comment ah.. Aline
mengomentari status fadhil “Mau kawin ya pak ustad Fadhil? puitis buangeet
ciih...sama aku ajah yach, dijamin dech ga rugi hehehe...” tulis Aline
sekenanya, dari situlah awal kedekatan mereka meski hanya di dunia maya dan
bukan keakraban sebagai seorang sahabat diantara mereka karena Aline sering
melontarkan pertanyaan yang ceplas ceplos[1]
kadang membuat Fadhil memutar otak untuk menjawabnya. Untung saja tidak saling
melihat satu sama lain jadi tidak kelihatan kalau satu sama lain saling kesal
karena dua-duanya tidak ada yang mengalah mengakhiri perdebatan, Aline yang tidak mudah puas dengan jawaban
Fadhil dan Fadhil yang selalu mencari cara bagaimana bisa menjelaskan pada
Aline yang jelas-jelas super ngeyel itu. Meski begitu Fadhil mengagumi paras
ayunya Aline dalam foto FBnya, tapi Aline? Tak satupun foto yang ada di FB
Fadhil membuat Aline bertanya-tanya seperti apa sih Fadhil itu? Pernah dia
berfikir bahwa muka Fadhil tak lebih baik dari pemikirannya. “Jangan-jangan Tablo[2]
lagi makanya dia ga berani nampangin tuh muka, lain ama otaknya yang sok cerdas,
atau mungkin dia Gitong[3]
kali ya??? wkwkwkwk.....”
Selama ini Aline
susah untuk berbaik sangka pada orang lain bahkan pemikiran tentang Fadhil pun
pernah disampaikannya terang-terangan pada Fadhil. Fadhil hanya tersenyum di
seberang sana, dan dia lebih senang membuat Aline penasaran seperti itu.
Fadhil pemuda
berusia 18 tahun ini mempunyai aktivitas mengajar ngaji di sebuah masjid di
kompleks rumahnya, tidak ada anak kecil yang tidak mengenal Fadhil, sampai
orang tua pun sangat senang dengan Fadhil yang baik, ramah, sopan, cerdas,
tampan dan dermawan. Dia memang bukan anak orang kaya, namun justru
kesederhanaan itulah yang menyebabkan Fadhil banyak dikagumi oleh banyak orang,
termasuk teman-teman sekolahnya. Fadhil menjabat sebagai ketua osis, selama dua
tahun menjadi Bantara di kegiatan Pramuka karena kelas tiga sudah harus fokus
mengikuti pelajaran untuk persiapan ujian tahun depan. Jabatan osis pun akan ia
tanggalkan setelah satu semester depan, sekarang ia akan menyeleksi siswa-siswi
yang layak untuk jadi ketua osis.
Pagi itu tak
seperti biasanya wajah Aline begitu muram dan kurang bersemangat, sarapan pagi
yang dibuatkan mbok Marni rupanya tak bisa membuatnya ceria, biasanya masakan
mbok Marni adalah obat dari segala kegundahannya. Dulu berada dipelukan
mamanyalah ia merasa aman dari segala yang akan membahayakan baginya tapi tidak
untuk sekarang, Ibu Wine terlalu sibuk dengan berbagai macam pekerjaan
kantornya. “Ternyata mama dan papa benar-benar lupa, nanti malam kan hari
specialku masa mereka engga ingat sama sekali? Aku ini anaknya bukan sih?”
pikir Aline keras.
Dengan langkah
gontai ia meninggalkan ruang makan. Aline duduk di kursi depan rumah menunggu
Alysa menjemputnya ke sekolah, tidak lama kemudian terlihat sebuah Avanza memasuki
halaman rumahnya. Aline pun bangkit menyongsong dan nyelonong duduk disamping
Widya.
“ Itu muka kenapa
non, kaya dompet ajah dilipet gitu?” tanya Widya Rahma Putri yang akrab dengan panggilan
Widy, sementara Alysa Dwi Anjani yang kerap disapa Alysa disekolah berkonsentrasi
dengan kemudinya. “ Lagi dapet”, jawab Aline sekenanya. “ooowhh....” kompak
Widy dan Alysa ber oowh ria disusul dengan tawa dari keduanya.
Setelah
keberangkatan Aline ke sekolah ibu Wine dan pak Julian keluar dari kamarnya,
karena memang sengaja menunggu Aline tidak dirumah. Hari itu mereka cuti kerja
hanya untuk menyiapkan pesta yang akan diadakan nanti malam untuk putrinya tercinta.
Bahkan akan memberikan kado special untuk putri kesayangannya itu, selain
ticket liburan ke Bali selama satu minggu setelah ujian semester genapnya nanti
Ibu Wine akan mengurangi jam kerjanya selama 2 jam per hari jadi bisa pulang
lebih awal dari biasanya, dan untuk sabtu-minggu full dirumah untuk menemani
Aline.
Jam 15.30 WIB
setelah mengikuti beberapa kegiatan ekskul adalah waktu Aline untuk pulang tapi
mendadak Widy minta di anter ke toko buku. Alysa tidak ketinggalan aksi, begitu Widy puas
mendapatkan apa yang dicarinya, segera mereka meluncur ke pusat perbelanjaan
untuk mencari gaun, Aline hanya diam saja memperhatikan tingkah mereka, bahkan
mereka seolah tak ingat bahwa nanti malam adalah ulang tahun Aline sahabatnya.
Dengan penuh rasa kesal Aline hanya mengangguk ketika Widy dan Alysa bertanya
ini itu padanya. Aline semakin sedih begitu matanya tertuju pada gaun putih
sebatas lutut dengan motif coklat tua dibagian sisi-sisi lengan dan bagian
ujung dari gaun, tidak terlalu banyak motif
lebih tampak simple dan elegan. Ingin sekali Aline membelinya tapi
diurungkan niatnya, bukan karena tidak memiliki cukup uang tapi karena Aline
yakin tidak akan ada pesta perayaan ulang tahun untuknya kali ini.
Ternyata kedua
sahabatnya memperhatikannya tengah mengamati gaun tersebut. “kamu suka Line?”
tanya Widy mengagetkan Aline. Aline hanya tersenyum kecut dan menggelengkan
kepala membohongi perasaannya, namun bukanlah sahabat jika Widy dan Alysa tidak
mengerti dengan jawaban Aline. Rasa kasihan pun menyelinap dihati keduanya,
ingin rasanya mereka bilang bahwa kepergian mereka saat ini untuk mencari
sesuatu yang akan dipersembahkan pada Aline nanti malam. Dan orang tuanya
sengaja menelpon mereka berdua untuk mencegah kepulangan Aline sampai malam
tiba. Tapi karena sudah terlanjur janji pada orang tua Aline mereka pun tetap
pada komitmen untuk tidak memberi tahu Aline.
Setelah puas
berkeliling, makan dan sempat mampir ke sebuah Masjid untuk sholat maghrib,
akhirnya mereka pun pulang menuju rumah Aline.
Sepanjang perjalanan Aline diam seribu bahasa, entah apa yang dipikirnya.
Ingin rasanya segera sampai dikamarnya dan menumpahkan semua airmata yang
sedari tadi ditahan olehnya. Aline memang terlihat tegar di depan semua orang
selalu tertawa riang seolah tiada beban, hanya di hadapan kedua sahabatnyalah
dia mengungkapkan isi hatinya karena Aline yakin mereka bisa membantunya. Tapi
saat ini Aline benar-benar tidak ingin berbagi kesedihannya pada siapapun.
Belum habis
kesedihan Aline, ban belakang mobil Alysa kempes sampai akhirnya harus masuk
bengkel dan terpaksa ganti ban. Terdengar Aline mendengus karena dari siang
kedua sahabatnya itu seolah sengaja membuatnya kesal, Aline pun memilih duduk
dibangku sementara Alysa dan Widy sibuk bercakap-cakap dengan beberapa pekerja
di bengkel itu. Tak ayal kalau kedua sahabatnya itu kecantol[4]
sama anak pemilik bengkel, orangnya ramah dan lumayan manis. Diam-diam Aline
juga melirik kearahnya, namun sial bagi Aline ketika pandang mata mereka
bertemu cepat-cepat Aline mengalihkan pandangannya. Mukanya mulai bersemu merah
karena malu. Hatinya berdesir ketika melihat senyum manisnya. Hampir setengah
jam Aline menunggu, dan tak lama setelah itu pemasangan ban pun selesai, Aline
cepat-cepat mengajak keduanya pulang. Alysa dan Widy masih ingin berlama-lama
di situ. Terlihat dari raut mukanya yang merengut ketika Aline menggaet masing-masing lengan keduanya.
Hanya sepatah
kata yang diucapkan Aline untuk orang yang mengaku sebagai anak dari pak Bram
pemilik bengkel langganan orang tua
Aline ketika berpamitan yakni kata “terimakasih” itupun dengan pandangan
menunduk dan tergesa karena malu ketika mengingat kejadian tadi. Sementara
kedua temannya berjabat tangan dan Aline tak tahu mereka menanyakan apa lagi,
namun terdengar cowo itu menanyakan Aline. Setelah prosesi tanya jawab yang
diperankan oleh Alysa dan Widy dengan topik dan tema ga jelas pada pemilik bengkel itu akhirnya mereka
bertiga pun masuk mobil dan mulai menjalankan mobilnya. Diiringi tawa renyah
Alysa dan Widy.
“Ternyata namanya
adalah Dimas,” gumam Aline. Anak tunggal dari pemilik bengkel “Jaya Abadi”. Dia
adalah orang yang sering diceritakan oleh mamanya, ternyata apa yang dibilang
mamanya hampir seratus persen benar. Orangnya cakep, ramah, rajin dan tak
pernah merasa rendah meski harus membantu bekerja di bengkel bersama dengan
karyawan-karyawan orang tuanya padahal dia masih berstatus sebagai Mahasiswa di
sebuah Universitas swasta yang terkenal elite. Aline semakin mengagumi sosok
Dimas.
Mobil melaju
dengan cepat, rumah Aline terlihat begitu sepi seperti tidak ada orang sama
sekali, tapi Aline hanya berpikir kalau orang tuanya hari ini lembur dan akan
pulang larut, hal itu sudah biasa. Setelah turun dari mobil, “sepi amat Line?”
tanya Alysa, he’em...Widy menambahkan. “mungkin mama papa belum pulang kali”,
jawab Aline
“Line, aku
kebelet pipis numpang ke kamar mandi ya!” Pinta Alysa sambil mencubit lengan
Widy..Widy yang tidak mempersiapkan alasan kelabakan[5]
sendiri dan ikut-ikutan nyeplos[6],
emm..eh iya Line, aku kangen sama mbok Marni, aku mau mampir sebentar boleh
kan? “ hah??? Spontan Aline dan Alysa kaget. “Sejak kapan kamu suka sama mbok
Marni?” tanya Aline sambil cekikikan..amarah yang ada dibenaknya hampir hilang
karena tingkah Widy, “emm itu lho Line, kangen sama jus bikinan mbok Marni
maksud aku”. Kelit Widya. “Owh....” kompak Aline dan Alysa mengulangi sesuatu
yang biasa diucapkan apabila mendengar suatu penjelasan.
Dengan langkah
santai Aline melangkah dari garasi, sementara Aysa dan Widy hanya mengekor dari
belakang dan saling menyalahkan. Rumah Aline kali ini bukan hanya terlihat
sepi, ketika Aline beberapa kali memencet bel tak terdengar sedikitpun langkah
mbok Marni berlari-lari kecil membukakan pintu untuknya, setelah puas menunggu,
Alysa kembali beracting seolah dia benar-benar kebelet ingin ke kamar mandi
sehingga Aline mencoba untuk mengetuk pintu, tapi aneh pintu tidak terkunci dan
ruang tengah begitu gelap, Aline semakin bingung dan takut terjadi apa-apa
dengan mbok Marni pastilah kedua orang tuanya akan menyalahkan Aline karena
keluyuran terus.
“Aku ga tau ma, pas aku pulang tiba-tiba rumah
udah ga dikunci ko’ kalau ga percaya tanya aja Widy sama Icha”, ucap Aline
beralasan, sementara Ibu Wine tetap menyalahkan Aline dengan berbagai alasan
“mama tau itu, tapi itu salah kamu kenapa pulang sampai larut malam begitu,
kamu ga kasihan sama mbok Marni, ternyata begini ya kelakuan kamu kalau ga ada
mama papa dirumah, berani kelayapan kemana-mana, kamu itu seorang pelajar,
kewajiban kamu itu ya belajar dirumah, bukannya main-main dan keluyuran ga
jelas”, Ibu Wine menegurnya. “Hufth...belum habis imajinasi Aline membayangkan
sang Mama akan memarahinya habis-habisan, tangan Aline yang mencari-cari stop
kontak hampir menemukannya tiba-tiba sebuah tangan memegang pergelangan
tangannya, tenggorokan Aline tercekat karena kaget bercampur takut, Aline tak
bisa berpikir , dengan pasrah dia mengikuti orang yang menarik tangannya
perlahan menuju ruang tengah, sementara Alysa dan Widy tak terdengar suaranya
sama sekali “mungkinkah?”... pikir Aline, sampai akhirnya dengan suara serak
Aline memberanikan diri untuk bicara “ss..siapa kamu?” tanya Aline setelah
mampu menguasai diri dan keadaan tapi orang itu diam tak menjawab pertanyaan
Aline sedikitpun, Aline semakin geram “hei, kamu tuh mau apa?” sedikit bicara
Aline agak mengeras, sesampainya diruang tamu semua lampu menyala, terlihat
diatas meja ada sebuah kue tart bertuliskan Happy Birthday Aline, 17 tahun,
kemudian alunan lagu selamat ulang tahun menggema di seluruh penjuru ruangan,
Aline menghambur ke pelukan mamanya dan menangis sejadi-jadinya. Dia menyesal
telah menilai orang tua yang sangat dicintainya itu, berburuk sangka, bahkan
menyangka kalau dia bukan anak kandungnya. Surprise.....! ternyata semua
keluarganya berkumpul kedua orang tuanya, om dan tantenya, kakek dan neneknya
yang harus jauh-jauh datang dari Semarang ke Jakarta, Aline begitu larut dalam
suasana sukacitanya, setelah beberapa rangkain prosesi tiup lilin selesai Aline
berjalan ke arah seorang pria yang duduk di pojok ruang keluarga, tanpa komando
Aline langsung melayangkan tinju ke lengan pria itu, “auww...” jerit Vitra
kakak sepupu Aline. Setelah itu Aline tersenyum dan menghambur kepelukan Vitra
sambil marah-marah karena tega membuat Aline hampir pingsan gara-gara
ketakutan, sebenarnya kalau Vitra sedikit saja bicara ketika Aline bertanya
pada orang yang menarik tangannya ketika semua lampu dimatikan tadi, pastilah
Aline mengenali suara Vitra.
Puas
bercakap-cakap dengan Vitra, Alysa dan Widy nongol, mereka ketawa cengar-cengir
tanpa dosa, keduanya meminta maaf atas semuanya sambil memberikan kado pada
Aline. Aline segera membuka kado kedua sahabatnya itu, ternyata Widy memberikan
sebuah novel yang selama ini dicari untuk melengkapi koleksi novelnya. Aline memang
suka menulis, beberapa cerpen dan puisinya pun pernah di muat di sebuah koran
harian dan beberapa majalah, ada yang meminta pula untuk segera di bukukan
karya-karya Aline tapi karena belum ada atau emank ga mood[7]
jadi Aline belum berniat untuk itu. Tiba giliran membuka kado dari Alysa
ternyata sebuah gaun yang dilihatnya di Mall ketika berbelanja, Aline
menerimanya dengan senang hati, “makasih ya Icha, widy...”! ucap Alysa dan
dijawab dengan anggukan kepala dari keduanya.
“Line, mas ga
bisa kasih kamu kado, maklum belum gajian hehe...” ucap Vitra. Yaaach...ko’
gitu mas, kan mas janji mau kasih aku kado kalau ulang tahun?” protes Aline.
“Kadonya, liburan ke Bali nanti mas yang akan temenin kamu”, gimana?” ucap
Vitra sengaja membuat Aline penasaran. “memangnya papa sama mama ngizinin aku liburan
ke Bali mas?” tanya Aline seolah tak percaya, karena mamanya selama ini tidak
pernah memberikan izin Aline berlibur ke Bali dengan alasan Aline seorang
gadis, meski disana ada saudara sepupu dari mamanya tapi Ibu Wine belum rela
melepas anak semata wayangnya pergi liburan ke Bali sendirian, kalau Vitra yang
membujuk Pak Julian dan Ibu Wine pastilah diizinkan Aline berlibur ke Bali,
Aline benar-benar bahagia malam ini. Selain pesta perayaan ulangtahun yang lain
daripada tahun biasanya Aline mendapat surprise liburan ke Bali. Tapi sangat di
sayangkan karena kedua sahabatnya memilih berlibur ke kota kelahirannya
masing-masing nanti.
Semalaman Aline
tidak tidur, sibuk membuka kado dari keluarga dan teman-temannya, Aline juga
banyak mendapat kartu ucapan, apalagi di Fbnya banyak yang memberikan ucapan
selamat dan berbagai komentar. “Degh.., dada Aline berdegub membaca pesan dari
Fadhil, “rasanya aneh, padahal kan aku belum kenal sama orang ini tapi kenapa
begini ya? akh.. masih terlalu dini untuk mengartikan aku suka sama dia” gumam
Aline. Mungkin aku hanya mengagumi kecerdasannya, lagian sama sekali aku tidak
mengenalnya, bahkan orangnya pun seperti apa aku belum tau” pikir Aline. “tapi
mungkinkah?” hufth... Aline berusaha menepis perasaannya. Kali ini Aline
menjawab pesan Fadhil dengan sopan tidak seperti biasanya. Aline merasa tidak
selayaknya dia bersikap seperti itu pada Fadhil yang jelas-jelas tidak pernah
punya salah terhadapnya, bahkan Fadhil tidak pernah marah dengan sikap Aline
yang suka ceplas-ceplos kalau ngomong, tapi justru itu yang membuat Aline
semakin penasaran dengan pria bernama fadhil itu. Dalam hati Aline menaruh
sedikit harapan untuk dapat mengenal Fadhil lebih jauh lagi, paling tidak bisa
bertatap muka dengannya.
Aline kesal
dengan dirinya sendiri yang terus-terusan mengingat Fadhil, semakin ditepisnya
rasa itu, semakin menjadi pula perasaannya, tapi anehnya kenapa wajah Dimas
yang muncul dalam benaknya. Pikiran Aline semakin kacau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar